Gara-gara Diare

Gengs, ngerasa gak sih kalau memulai sesuatu itu rasanya susah? Pengen beresin kerjaan kantor, pengen baca buku, beres-beres rumah, awalnya pasti mager. Butuh mood yang bagus buat memulai sesuatu, baru setelah itu semuanya bakalan ngalir gitu aja. Nah, tau gak apa yang lebih gak enak dari itu? Kalau pas kita udah mulai ngerjain, di tengah jalan tiba-tiba kita mules dan harus bulak-balik kamar mandi. Bukan satu dua kali yah, tapi DELAPAN kali sehari bahkan lebih!!! (I lost count, actually) Yep, semua gara-gara DIARE.

Jadi ceritanya sekitar satu minggu yang lalu, alhamdulillah saya dikasih amanah project baru dari kantor. Seneng dong, soalnya kerjaan yang satu ini cukup menantang dan butuh banyak mikir ide-ide kreatif dan kolaborasi sama banyak orang-orang kreatif juga. Mulailah saya research bahan ini itu, kontak orang-orang buat diajak kerjasama, bikin plan dan seterusnya. Karena project ini bidangnya saya sukai, akhirnya saya semangat banget ngerjain dari awal. Bahkan weekend pun saya bela-belain ketemu orang buat diskusi dari pagi sampe malem. Lumayan lah, sekalian networking dan sesekali makan enak di luar, ehehehe.

Namun eh namun…semangat itu gak bertahan lama karena sepulang saya dari petualangan mengitari café ke café dari Jakarta Barat ke Selatan, saya merasa badan mulai gak enak. Mungkin kecapekan, pikir saya. Sesampainya di rumah, saya langsung istirahat dan….tanpa dinyana saya terbangun pukul 3.30 karena perut saya mules banget. Awalnya saya kira saya lagi mimpi, eh ternyata beneran mules dan perut udah bunyi gak karuan. Langsung aja saya pergi ke kamar mandi dan mengeluarkan segala gundah gulana yang terjadi di perut ini. Bukannya poop normal, malah yang keluar semuanya adalah cairan keruh penuh ampas 🙁

IMG_8814
enak sih bisa libur tapi lemes book! 🙁

Awalnya saya pikir mungkin saya masuk angin biasa. Saya kembali tidur setelah buang air besar jam 3 pagi itu, lalu saya bangun lagi ketika adzan subuh. Bukan, bukan karena suara adzan yang biasanya gak kedengeran, tapi karena saya ingin poop lagi 🙁 Dan sekarang bukan hanya mules berkelanjutan, tetapi saya mulai sering bersendawa dan bau mulut saya mulai gak enak (ewh!) Kejadian ini terus berlangsung seharian penuh. Hampir setiap dua jam sekali saya bulak-balik kamar mandi. Gak hanya itu, saya mulai gak nafsu makan dan mual-mual. Lama kelamaan saya terkulai lemas karena saya terus-terusan kehilangan cairan terlepas dari makanan dan minuman yang masuk ke tubuh saya.

Mulailah saya coba googling gejala-gejala yang saya alami tadi. Dari mulai konsistensi feces yang encer, buang air besar tiap dua jam sekali, diikuti dengan mual hingga muntah. Dan ternyata pemirsah, gejala yang saya alami itu adalah gejala diare akut atau istilah medisnya disebut dengan gasteroenteritis.

Setiap orang pasti pernah mengalami ‘mencret’ alias diare ini paling tidak satu kali dalam hidupnya. Meskipun diare ini salah satu penyakit yang populer di kalangan masyarakat, gak banyak yang sebenernya aware kalau diare bisa berbahaya sampe mengancam jiwa kita jika kita tidak atasi diare dengan tepat dan benar. Kok bisa?

Pertama, coba kita telusuri dulu dari sebabnya. Diare itu gak terjadi tiba-tiba. Pasti ada pemicu yang bikin akhirnya usus kita ‘meradang’ dengan mengeluarkan cairan-cairan tersebut. Sebetulnya sebab diare bisa bermacam-macam, tapi sebab yang paling umum adalah karena infeksi pada saluran pencernaan (usus) yang disebabkan oleh bakteri, parasit, atau virus. Ada ribuan jenis bakteri yang bisa menginfeksi saluran pencernaan, namun empat jenis bakteri yang paling umum ditemui dalam kasus-kasus diare di berbagai wilayah dunia adalah campylobacter, salmonella, shigella, dan E.Coli.

Nah, bakteri-bakteri ini masuk lewat berbagai perantara. Campylobacter ini bisa masuk lewat makanan seperti daging yang proses memasaknya gak bener, susu atau keju yang gak di-pasteurisasi, atau bahkan air minum yang sudah terkontaminasi. Bakteri salmonella juga tidak jauh berbeda, umumnya ditemukan pada produk berbahan dasar susu atau daging yang masih mentah. Shigella ini sering ditemukan pada kondisi masyarakat yang hidupnya kurang higienis, sebab bakteri ini dapat berpindah melalui hubungan antar manusia, sentuhan tangan, makanan yang disajikan dengan tidak higienis, hingga lalat sebagai perantara. Sedangkan bakteri Escherichia coli (E.coli) ini kebanyakan ditemukan pada konsumsi makanan yang kurang matang dan tidak dicuci dengan bersih, termasuk peralatan-peralatan makan yang juga kurang higienis. Singkatnya, bakteri-bakteri ini sumber utamanya adalah makanan dan lingkungan yang tidak higienis.

Kedengerannya sepele, “cuma” masalah kebersihan. Tapi sebenernya kita seringkali gak sadar betapa kita sering menutup mata sama hal ini. Kebiasaan jajan di luar, gak cuci tangan sebelum makan (padahal kita abis naik angkutan umum, KRL, pegangan di tangga atau eskalator, salaman sama banyak orang – who knows ternyata dia lagi sakit atau tangannya banyak kuman), atau kebiasaan makan makanan yang sebetulnya udah basi tapi tetep kita makan karena kita kurang peka sama perubahan bau dan wujudnya. Sebenarnya tubuh kita dilengkapi dengan sistem imun yang tangguh, alias gak gampang tumbang kalau diserang sama kuman-kuman dan bakteri ini. Tapi lain cerita ketika sistem pertahanan tubuh kita lagi down gegara stress, kecapekan, dan kurang olahraga. Sistem imun kita akan lebih mudah dibobol 🙁

Dalam case saya kemarin, salah satu pemicu diare saya yang paling utama adalah makanan. Satu minggu kemarin saya jarang banget masak (biasanya saya masak sendiri buat bekal ngantor), tapi kebanyakan saya makan di luar karena saya harus meeting kemana-mana. Karena cuaca siang yang cukup panas akhir-akhir ini, saya sering banget mengkonsumsi produk susu (milkshakes, milk tea, Thai tea, milk-coffee, you name it…) dan saya merasa perut saya ‘ber-gas’ setelah minum produk susu tersebut. Nah di saat-saat banyak kerjaan disana sini, saya justru minum air es yang gak higienis (sepertinya bukan air matang) – saking pengennya minum air super dingin. Udah makan gak bener, stimulus usus dengan produk ‘perangsang’ buang air besar semua, tambahlah dengan minum air yang terkontaminasi. Besoknya saya langsung tumbang sodara-sodaraaa.

Hal yang paling bikin saya gak tenang sebetulnya bukan diarenya, tapi efek dari diare tersebut.

Inilah poin kedua yang menurut saya kita semua mesti aware. Saat kita diare (apalagi diikuti oleh mual dan muntah berkali-kali), kita kehilangan yang namanya cairan. Bayangin aja, feces itu isinya air semua. Udah kayak buang air kecil di jalur buang air besar. Gak ada padet-padetnya sama sekali. Padahal cairan yang masuk itu gak sepadan sama cairan yang keluar. Awalnya saya masih tenang…sampai ketika saya coba timbang badan, ternyata BB saya turun 2,5 kg setelah seharian bulak-balik kamar mandi dan muntah!!

Oke, disini saya mulai panik. Masalahnya, saya terus kehilangan cairan sementara makan pun saya eneg karena mual gak karuan. Disinilah saya perlu pertolongan pertama untuk mengatasi diare sementara saya masih lemes untuk pergi ke dokter.

Alhamdulillah saya selalu punya kebiasaan baik nyimpen obat di tas ransel. Obat masuk angin, obat anti mabok, obat flu dan diare selalu ready untuk jaga-jaga khususnya saat saya harus business trip urusan kantor.  Gak sembarang obat saya bawa, saya selalu pilih obat yang benar-benar perlu dan pastinya ampuh/cocok dengan saya. Salah satu yang selalu ada di ransel saya adalah si strip cokelat bernama Entrostop.

IMG_8807
selalu ada di tas buat jaga-jaga.

Awalnya saya tau entrostop ini dari kakak saya yang memberikan obat ini waktu saya diare gegara jajan sembarangan di kampus. Saya selalu minum obat ini setelah BAB, langsung 2 tablet sekali minum, boleh sebelum atau sesudah makan. Saat itu memang diare gak akan langsung hilang, tetapi berkurang perlahan setelah minum lagi pasca BAB selanjutnya hingga hari besoknya saya gak diare lagi. Biasanya saya menghabiskan gak lebih dari 6 tablet dalam 1 hari sampai diare saya kemudian reda di hari besoknya. Case ini mungkin berbeda tiap orang, tapi alhamdulillah saya gak pernah diare sampe lebih dari 2 hari.

Salah satu faktor yang membuat Entrostop ini ampuh adalah kandungan attapulgite (650 mg) dan Pectin (50 mg) yang mampu menyerap bakteri dan racun penyebab diare. Zat ini juga mampu mengurangi volume cairan yang keluar semasa kita diare dan perlahan berfungsi memadatkan feces. Obatnya kecil mungil, by the way. Buat saya yang gak suka minum obat, tablet ini bisa dikonsumsi sekali minum jadi gak kerasa pahit. Dan satu lagi yang saya suka dari Entrostop adalah kemasan strip obat ini yang gampang banget dibuka 🙂

Mengenai efek samping, sejauh ini belum ada efek signifikan kecuali konstipasi. Itupun masih dalam batas wajar karena obat yang kita minum sedang bereaksi mencegah konsistensi buang air besar tersebut. Biasanya konstipasi ini gak lebih dari 3 hari. Untuk alergi pun sejauh ini gak pernah, karena saya gak punya alergi tertentu sama obat.

Oh ya, zat attapulgite ini gak boleh dikonsumsi lebih dari 48 jam ya, gengs. Kalau ternyata diare kita gak kunjung berkurang atau membaik dalam 2 hari berturut-turut, tandanya infeksi atau radang kita itu membutuhkan treatment yang lebih efektif. Sehingga lebih baik kita ke dokter ya, daripada spekulasi. Apalagi kalau badan udah sampe lemes buat jalan aja susah, nah hati-hati…bisa-bisa kita terkena dehidrasi yang cukup berbahaya kalau gak ditangani dengan benar.

Inilah poin ketiga yang paling penting.

Meskipun obat ini cukup ampuh, kita tidak boleh melupakan input cairan yang seharusnya masuk menggantikan cairan yang sudah keluar banyak saat diare. Yup, penting bagi kita buat mengganti cairan tubuh dengan minum cairan elektrolit kalau kita gak mau kena dehidrasi. Cairan elektrolit andalan saya dari jaman SD adalah Oralit. Bubuk Oralit ini musidaahh aliah murah meriah gengs, cuma Rp. 500,- doang! Kalau gak ada, bisa diganti dengan ramuan gula-garam kok. Sesimpel itu 🙂

IMG_9386
Oralit itu hukumnya wajib kalau diare. Bukan sunnah ya. WAJIB!

Cairan ini begitu amat sangat penting karena kalau kita sampe dehidrasi, kita bakalan lemes abis. Mau bangun, mau sholat, itu rasanya lemes tak bertenaga. Kalau dehidrasi kita parah sampe berkali-kali muntah dan lemes banget, kita mesti diinfus supaya ada cairan yang masuk ke tubuh. Berhubung saya paling anti sama yang namanya infus infusan, akhirnya saya paksa deh buat terus minum dan makan sedikit-sedikit. Karena saya masih mual, jadi saya minum empat sendok tiap sepuluh menit. Sedikit, tapi konsisten sampai mual saya hilang.

Begitupun dengan makan. Sebisa mungkin kita hindari dulu makanan yang berserat sampai diare kita sembuh. Usahakan makan makanan yang lembut dan cair seperti bubur, nasi tim, atau sup ayam hangat dengan sayuran yang minimal. Gak usah banyak dulu gak apa-apa, sedikit sedikit yang penting konsisten dan perut terisi.

Infografis Diare

Begitulah pengalaman saya ketika diare satu minggu yang lalu (panjang juga yah hahaha). Intinya, sebetulnya diare ini bukan masalah yang berat, tapi bakalan jadi bahaya kalau kita gak tau sebabnya dan gak mengatasinya secara tepat juga. Apalagi yang namanya diare kan bikin lemes yak, akhirnya ngurangin produktifitas kerja kita. Mau ngerjain ini itu jadi gak bertenaga. Jadinya malah libur total buat bedrest. Kalau lagi semangat-semangatnya kerja jadinya sayang banget yekaan.

So, be smart and keep ourself healthy! ***

Comments (13)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *