Masak Sehat Bersama Ladang Lima

Siapa disini yang pernah denger Ladang Lima?

Atau mungkin pernah denger yang namanya Blackmond Cookies yang enaknya gak masuk akal???

Kalau yang udah denger, berarti Anda beruntung.

Kalau belum, sini saya kasih tau biar beruntung 😁

Sekitar pertengahan tahun 2017 (atau mungkin lebih awal lagi), produk-produk kesehatan mulai booming. Sebetulnya produk-produk ini sudah ada dari beberapa tahun yang lalu, tapi mungkin gak terdengar ramai seperti sekarang. Awal mula saya mulai tertarik untuk mengikuti akun-akun yang promote hidup sehat itu sekitar tahun 2017 saat #PertemananSehat yang digagas mbak Dian Sastro lagi booming-boomingnya.

Salah satu akun yang saya follow adalah akunnya Lemonilo, yaitu sebuah e-commerce yang menyediakan berbagai alternatif produk sehat, dari mulai bahan pangan (beras, gula, minyak, snack, dll), sampe essential oil dan produk-produk beauty yang natural. Saya mengetahui tentang Lemonilo ini juga udah lama banget, dari sekitar akhir tahun 2016 karena pernah ngobrol dan bertemu langsung dengan mba Shinta Nurfauzia, Co-founder dan CEO Lemonilo yang pernah saya undang untuk sebuah event entrepreneurship skala internasional.

Dari sana, saya yang masih belajar untuk switch ke healthy product akhirnya jadi tau ada loh ternyata snack-snack (bahkan mie instan sekalipun) yang sehat tapi uweenakkk. Awalnya saya ga percaya, karena makanan/masakan sehat identik dengan rasa yang plain atau malah aneh. Beda sama lidah orang Indonesia yang rata-rata udah terbiasa dengan micin dan kawan-kawannya.

My all-time favorite cookies 💖
Photo courtesy of Ladang Lima

Semua persepsi itu terbantahkan gegara saya nyoba Blackmond Cookies produksi Ladang Lima. Nah Ladang Lima itu sendiri adalah perusahaan yang memproduksi bahan-bahan pangan berbasis tepung GLUTEN-FREE (nanti saya jelasin di bawah) dari singkong (cassava flour) yang diproses secara bioteknologi dan bersumber dari sumber alami di Pasuruan sana. Nah produknya macem-macem, dari mulai tepung, cookies, sampe mie pun ada. Kebetulan saya beli produk Blackmond Cookies itu gegara penasaran karena di Lemonilo jadi Best Seller dan selalu cepet abis stocknya. Dan emang nyatanya se-enak itu!!!

What is gluten and why it is not recommended for a healthier lifestyle?

Hari Jum’at, 10 Mei 2019 kemarin saya berkesempatan untuk ikut Mini Cooking Demo yang diselenggarakan oleh Ladang Lima bekerjasama dengan Informa Tunjungan Plaza 6, 3 Tungku miliknya mba Citra Bayunda, dan Havel Tea. Kebetulan saya tau info ini dari adik angkatan saat kuliah, Ummi Rochma, seorang pegiat pangan lokal sehat yang postingan Instagramnya saya ikuti juga. Di event ngabuburit ini, saya belajar gimana bikin santapan yang lezat tapi sehat, salah satunya dengan menggunakan basic cassava flour-nya Ladang Lima yang gluten free.

Sebelum mulai, ingat ya nyicipnya jangan sekarang, pas udah buka aja… 😁

Nah apa sih sebenarnya gluten itu?

Kita sering mendengar istilah gluten, tapi sering juga salah dimengerti seakan-akan gluten ini sama dengan glukosa. Padahal beda jauh!

Singkatnya, gluten ini adalah zat protein yang terkadung dalam produk-produk tepung seperti: tepung beras, tepung gandum, jenis-jenis gandum, barley, serealia) yang membentuk jaringan melekat seperti “lem” dan membuat makanan lebih kenyal dan mudah dibentuk. Inilah yang membuat makanan seperti roti jadi mudah mengembang, karena si gluten ini bersifat kedap udara.

Bedanya, produk tanpa gluten akan lebih cepat dicerna oleh usus karena hanya membutuhkan 1x pemrosesan, sedangkan produk dengan gluten harus diproses sebanyak 3x di dalam usus. Proses pencernaan sebanyak ini akan membuat usus bekerja dengan lebih keras untuk memecah gluten, sehingga tak jarang membuat orang merasa lemas, perut jadi ber-”gas”atau ngantuk.

Jika gluten tidak terpecah dengan sempurna, maka zat ini bisa menempel layaknya ‘lem’ pada usus kita dan membentuk plak-plak dalam usus halus. Plak-plak ini lama kelamaan akan membuat kemampuan usus menyerap gizi menjadi terhambat.

Selain itu, gluten ini is not for everyone. Ada banyak kondisi dimana gluten tidak dapat dikonsumsi khususnya bagi mereka yang punya intoleransi gluten. Ada juga kondisi seperti penderita auto-imun celiac disease dimana si gluten dianggap sebagai zat berbahaya dan menyerang usus. Kalau udah kayak gini, mesti diet total anti gluten supaya usus bisa menyerap vitamin & mineral dari makanan yang kita makanan. Otherwise, kita akan kekurangan zat-zat penting tersebut yang bisa membahayakan tubuh jika berlangsung dalam jangka waktu yang lama.

Is there any gluten-free alternatives?

Yes, tenang…ada kok. Ga usah panik dulu gak bisa makan ini itu yaa 😂 Kita masih bisa kok makan mie instant, cookies, pasta, dan bikin ayam crispy tapi gluten free.

Berbagai varian produk Ladang Lima

Berkat kenal Ladang Lima, saya jadi tau ada alternative berupa cassava flour yang ramah bagi usus kita karena sifatnya yang gluten free. Thankfully, sekarang mereka semakin banyak mengembangkan produk-produk seperti Veggie Noodle, Kale Noodle, Tomato Noodle, segala macam Cookies, All Purpose Flour, Tepung bumbu, Pasta, sampai premix buat bikin kue. Dan yang lebih bikin happy lagi, semua bahannya ini dijamin alami, alias bersumber dari bahan-bahan yang sehat. Kebanyakan produk-produk Ladang Lima ini tanpa menggunakan gula rafinasi dan tanpa pengawet. Cocok juga untuk mereka yang vegan, alergi produk-produk susu sapi, atau bagi bu ibu yang lagi menyusui.

Nah, favorit saya sejauh ini produk Blackmond Cookiesnya yang selalu saya order tiap bulan wkwkwk. Suami juga doyan banget jadi kita sering rebutan kalau Cookiesnya udah datang 🤣🤣🤣 Selain rasa dark chocolate plus kacang almond yang enak, si cookies ini gak bikin eneg. Manisnya juga alami, karena rasa coklatnya itu dapet. Kalau yang udah pernah ngerasain buah coklat yang aslinya, pasti bisa ngerasain klo coklatnya ini mendekati rasa buah coklat yang khas.

Tapi gegara event kemarin, saya jadi penasaran buat nyobain produk Ladang Lima yang lain khususnya pasta dan teepung bumbunya karena suami saya paling happy kalau dibuatin aglio olio dan ayam crispy.

Bisa gak sih bikin banyak varian menu pake cassava flour? Jangan-jangan terbatas cuma buat makanan tertentu doang?

The only limit is your mind, darling 😌

Seriusan karena emang kalau kita ngerti esensi dan teknik dasar memasak, pasti buwaanyaak banget kreasi baru yang bisa kita hasilkan. Let me share what I’ve learned from yesterday’s event.

Proses pembuatan Gluten-free Sagu Keju by mba Citra Bayunda

Menu pertama yang dipraktekkin adalah Gluten Free Sagu Keju. Kue sagu tentunya udah pada tau lah yaa. Tiap lebaran, biasanya kue ini cukup populer di dunia per-kue kering-an. Bahan-bahannya juga cukup mudah didapat. Kali ini, tepung yang digunakkan adalah tepung singkong-nya Ladang Lima. Proses pembuatannya bisa 2-3 jam, tergantung banyaknya adonan dan cepet enggaknya kita nyetak si kue-nya. Kemarin sih waktu saya lihat, adonannya gak susah dibentuk kok. Saya juga sempat mencicipi sagu keju ala Ladang Lima. Rasanya gurihhh dan kriuk-kriuk gitu.

Persiapan membuat patty dengan memisahkan sari buah dan ampasnya
dengan menggunakan mesin berbasis cold-pressed juice.

Menu kedua, ini menu paling unik yang saya temui. Judulnya Patty Juice Pulp. Yup, tau patty- kan? Itu seperti daging yang ada di burger, tapi bedanyaaa…daging ini diganti sama ampas buah. Ini bahan dasarnya buah dan sayur cuy! Ga ngerti lagi saya kok bisaaaa kepikiran kayak gini.

Nah kalau di cooking demo kemarin, ampas buah ini didapatkan dari buah dan sayur yang sudah di-jus secara cold-pressed dengan menggunakan alat khusus. Alat ini tersedia di Informa, tapi harganya lumayan sih bisa dapet kamera mirrorless baru 😅. Harganya berkisar dari 5-8 juta rupiah tapi emang sebagus itu sih kualitasnya.

Jadi saat buah dan sayur di jus dengan metode cold-pressed, dia akan otomatis memisahkan antara sari buah dan ampasnya. Bedanya kalau di jus dengan blender biasa, pisau yang ada pada putaran blender akan mengeluarkan panas yang membuat zat-zat sayur dan buah mudah teroksidasi sehingga penyerapan zatnya kurang maksimal.

Kalau di cold-pressed, selain kita gak perlu pake gula dan air tambahan (semuanya diambil dari saripati asli buah dan sayur tersebut), semua zat-zat akan kita dapatkan, dari mulai sari-nya yang kita minum dan ampasnya yang bisa dibikin makanan baru.

Proses pencampuran ampas buah & sayur dengan bawang yang telah ditumis

Bagian yang paling keren ini, saat mba Citra menggunakan pulp alias ampas buah tersebut untuk dicampur dengan tepung bumbu Ladang Lima, garam, mentega, dan bawang putih serta bawang bombay. Dari sana, kita aduk menjadi sebuah adonan baru yang kemudian dibentuk seperti patty burger. Terus di pan-fried deh (minyak atau margarinnya dikit aja yaaa). Rasanya? LUAR BIASA! Buah dan sayurnya gak kerasa sama sekali, bisa bikin lidah ketipu pokoknya. Enaaakkkk!!!!

Patty Pulp Juice. Maaf gak cantik fotonya, keburu lapar bos! 🤪

Waktu saya bilang enak, saya gak bohong loh. Lidah saya itu kebiasa makan micin dari TK, jadi gak gampang bilang sayur dan buah yg natural itu enak wkwkwk.

Proses pencampuran mushroom yang telah ditumis dengan kaldu kaki ayam.

Nah, menu yang ketiga ini nampaknya kita sudah familiar yaa. Gluten Free Fussili with Mushroom Sauce. Menu ini ala-ala Carbonara tapi bedanya gak pake daging, tapi pake jamur champignon. Dan tentu saja, Fusilli yang Gluten Free dari Ladang Lima. Rasanya cukup lembut dan tekstur fusilli-nya juga mudah dicerna ketimbang fusilli yang ada glutennya. Lumayan laah buat jadi alternative pengganti pasta di rumah biar lebih sehat.

Kak, saya pengen switch ke produk-produk yang lebih sehat tapi harganya mahal. Gimana dong?

Saya juga dulu mikirnya gitu. Gak usah naif, emang produk-produk ini harganya lebih tinggi daripada produk-produk gluten yang dijual di pasaran. Tapi menurut saya, mahal-murah itu relatif. Kenapa?

Pertama, tergantung jenis produknya. Makan murah belum tentu banyak racunnya, makan fancy juga belum tentu sehat. Semua tergantung dari sumber pangan itu sendiri dan bagaimana kita memprosesnya. Kalau logikanya makanan itu diambil dari sumber-sumber yang alami, low atau bahkan zero pesticide, pasti biaya maintenancenya lebih besar. Belum lagi kebanyakan produk-produk ini masih dikembangkan di skala UKM, sehingga biaya produksinya lebih tinggi daripada produk yang dikembangkan di factory-factory besar. So, selalu “ada harga, ada rupa”.

Kedua, tergantung juga tujuan kamu apa. Gini deh, iPhone mahal apa murah? Dibandingkan Android dengan spesifikasi yang sama, jelas harga iPhone ini jauh lebih tinggi. Tapi tetep dibeli kan? Kenapa? Karena kita gak cuma beli spesifikasinya, tapi juga beli ‘gengsi’-nya, atau beli filosofi dari brand Apple yang terkandung di dalamnya.

Let’s support local farmers & food artisans!
Photo by Elaine Casap on Unsplash.

Semua balik lagi ke tujuan. Buat saya pribadi, membeli panganan lokal yang lebih sehat gak hanya karena manfaat-manfaatnya bagi kesehatan, tapi juga untuk membantu kesejahteraan para pelaku-pelaku UKM di dalamnya. Dengan memajukan usaha-usaha tersebut, kita juga ikut memajukan produktivitas dari usaha berbasis panganan lokal agar ke depan lebih cepat maju dan bisa dikonsumsi semakin banyak orang yang mulai aware terhadap kesehatannya.

Ketiga, tergantung prioritas. Kalau ngomongin harga jika ditotal-total, bisa jadi anggaran makan sehat ini belum mengalahkan anggaran skincare bulanan, maintenance kendaraan, hangout, beli baju, dll. Saya kadang suka bingung, tepung bumbu sehat harganya 15 ribu masih dikomplain, tapi sekali makan di fast-food habis 50 ribu tiap minggu santai-santai aja? Kalau dihitung, ya lebih murah bikin ayam crispy di rumah pake tepung sehat dong. Udah mah dapet banyak, sehat-nya dapet lagi.

Sehat itu sebuah investasi jangka panjang yang kadang kita take it for granted. Hanya jika kita sehat-lah kita bisa bekerja dengan baik, menghasilkan dampak dan karya bagi masyarakat, dan bisa berada di tengah-tengah keluarga untuk membersamai mereka. Kalau kita aja bisa nabung buat beli rumah atau mobil, kenapa kita gak bisa ‘nabung’ untuk kesehatan jangka panjang kita?


Feature image and any other images are taken by me unless stated otherwise.

Cinta

f/27. ENTJ. Hufflepuff. Student. Rookie Wifey.

Comments (5)

    • Cintasays:

      May 27, 2019 at 5:05 am

      Memang konsekuensinya gitu mba. Belakangan ini saya sering baca literatur tentang healthy living dan Eating Clean, hampir semuanya menyarankan untuk mengurangi atau mengganti nasi. Selain faktor gula-nya, ada faktor-faktor lain seperti pemutih, pengawet, dll klo berasnya ga organik. Dan generasi mbah-mbah kita dulu konon katanya lebih suka mengkonsumsi bahan-bahan berbasis singkong, makanya umurnya pada panjang (ini kalau saya diceritain mereka yaa, mungkin masing2 daerah beda-beda juga)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *