Tiga Tahun Kemudian

Setelah tiga tahun, akhirnya aku menulis lagi di blog ini. Wow, how time flies!

Kala itu, 18 Juli 2021, kita masih berperang melawan virus COVID. Rasanya dunia begitu menakutkan. Meskipun begitu, jiwa introvertku mengaku sedikit bahagia ketika aku tidak harus keluar rumah sesering dahulu. Jika ditanya apakah ingin kembali ke masa itu, tentu saja tidak. Sudah banyak kehilangan yang kita rasakan pada masa itu. Kehilangan yang tak semestinya.

Tiga tahun kemudian, aku mengajukan judul thesis MBA-ku.

Siapa sangka, tiga tahun kemudian, seorang Cinta Maulida menjalani semester terakhirnya sebagai mahasiswa S2 di salah satu sekolah bisnis terbaik di Indonesia. Siapa sangka, ia memutuskan untuk resign dari perusahaan tempatnya berkarier selama 5 tahun untuk mendirikan usahanya sendiri. Siapa sangka, ia sudah bisa melakukan urdhva dhanurasana, sesuatu yang pernah ia anggap mustahil kala beryoga. Siapa sangka, ia sudah menaklukan 10K pertamanya, dengan pace 8:30 di salah satu marathon race paling legend. Siapa pula yang akan sangka, ia memulai debut strength-trainingnya dan ia sudah melampui Romanian Deadlift dengan beban 45 kg!

 

Cinta Maulida is taking mirror selfie at Graha Irama elevator, which is famous for its speed.
Taking mirror selfie at Graha Irama elevator – famous for its speed.

 

Tiga tahun kemudian, aku menjadi seseorang yang baru.

Seseorang yang mulai mencintai olahraga sebagai bagian dari hidupnya. Well, olahraga masih tetap melelahkan, kadang-kadang aku juga jenuh dibuatnya. Dibilang konsisten juga gak konsisten-konsisten amat. Namun, aku bangga karena aku membuktikan pada diriku kalau aku bisa berproses. Bagiku, olahraga bukan hanya sebuah usaha mentransformasi fisik yang lemah menjadi lebih kuat. Lebih dari itu, olahraga menjadi jalan bagiku untuk berdamai dengan semua kelemahan diriku. Untuk bersabar menjalani baby steps-nya dan merayakan kemenangan-kemenangan kecil. Sebuah latihan untuk senantiasa menjaga intensi, karena setiap gerakannya harus disadari dengan penuh. Satu kali cidera saat berlari dan cidera saat deadlift mengajarkanku betapa gerakan yang terlihat mudah ternyata memerlukan effort yang tidak sederhana.

Tiga tahun kemudian, aku tetaplah Cinta yang sama.

Olahraga mungkin banyak mengubah fisik dan mentalku, namun aku tetaplah orang yang sama. Cinta yang masih bergulat dengan sisi perfeksionisnya. Cinta yang masih harus belajar bersabar. Cinta yang masih punya banyak ketakutan, masih berjuang membangun kepercayaan diri, menguatkan tekad dan melawan keterbatasan. Juga masih belajar untuk lebih mencintai diri.

Aku tetaplah orang yang sama. Seorang INFJ yang menikmati keintiman bersama orang-orang terdekat. Aku yang menyukai struktur dan keteraturan. Aku yang sering menjadi orang terakhir yang terupdate dengan pergosipan masa ini. Aku yang seringkali lupa akan apa yang orang lain ceritakan padaku tentang orang lain, namun selalu ingat apa yang orang lain tersebut ceritakan tentang dirinya. Aku yang bawel, aku si paling detail, sepertinya sisi ini akan sulit hilang dari diriku.

Satu hal yang mungkin sedikit pudar di usiaku saat ini mungkin keambisanku. Aku sudah tidak lagi tertarik berkompetisi dengan orang lain, kecuali memang aku sengaja mendaftarkan diri di sebuah perlombaan. Aku yang bisa ikut bahagia ketika temanku bahagia atas pencaiapannya, dan ikut merasakan sulitnya perjuangan mereka mendapatkan sesuatu (anak, beasiswa, pasangan yang baik), meskipun aku hanya berinteraksi dengan mereka di sosial media. Aku yang sudah berdamai dengan kondisiku dan pasanganku, mungkinkah ini yang membuat aku merasa lebih bahagia daripada tiga tahun yang lalu? Aku yang tidak lagi memikirkan “harusnya harusnya” di usiaku saat ini, selain “what’s next?”. Aku yang nyaman menikmati dinamika ini bersama orang-orang terdekatku saja, tidak terlalu berhingar bingar di sosial media.

Semua orang punya caranya masing-masing bagaimana menikmati dan menjalani hidup. Mengutip kata-kata Sutan Sjahrir, “hidup yang tidak dipertaruhkan tidak akan pernah dimenangkan”. Meskipun aku tidak seambis dulu, aku selalu yakin bahwa hidup itu harus diperjuangkan. We need to fight for something in order to win in life. Saat ini aku sedang berjuang menyelesaikan program MBA-ku dan menyeimbangkan studi dengan pekerjaan dan keluarga. It’s a fight that will be worth it and I will make sure to win it.

Apa yang sedang kamu perjuangkan saat ini?
Bagaimana kamu akan melihat dirimu sendiri tiga tahun kemudian?

***

Cinta Maulida

An INFJ navigating the world one deep thought at a time. Career Coach by day, tea connoisseur by choice. When I’m not devouring books or bingeing drama series, you’ll find me running, doing yoga, or lifting weights. Currently pursuing MBA, balancing life as a wife and home chef with a dash of curiosity.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *