“Dari pemerintah langsung ada pengumuman, kalau bisa yang punya kredit langsung bisa dapat kelonggaran gitu. Jadi aku langsung mendaftar. Alhamdulillah dikasih kelonggaran. Jadi yang biasa bayar pokoknya, ini cuma bunganya doang, “ tutur Bu Mashrifah.
Bu Mashrifah merupakan satu dari sekian banyak pelaku UMKM yang terdampak sejak pandemi ini hadir. Pendapatan beliau dari menjalankan usaha warteg berkurang drastis. Sehari-harinya, beliau bisa menghabiskan 3-4 liter air untuk menyeduh kopi, teh, maupun minuman instan di warungnya. Bahkan kalau sedang ramai, bisa sampai 7 liter sehari.
Pandemi membuat wartegnya jadi sepi pengunjung. Minimnya pemasukan membuat Bu Mashrifah memutar otak agar bisa tetap membayar cicilan kredit usaha mikronya, sekaligus untuk bertahan hidup di masa sulit ini.
UMKM yang Terdampak Akibat Pandemi
Warteg bukan satu-satunya usaha yang merasakan ganasnya dampak pandemi mengoyak sektor riil perekonomian kita. Para penjual di pasar tradisional juga merasakan pahitnya penurunan omzet. Satu dari sekian banyak penjual di pasar tradisional itu adalah Ibu Syamsimar.
Sehari-hari beliau mengelola sebuah stand toko baju di Pasar Serdang, Kemayoran, Jakarta Pusat. Sebelum pandemi, dalam sehari Bu Syamsimar bisa mengantongi omzet Rp 1-2 juta. Tapi, semenjak wabah Covid-19 masuk ke Indonesia, omzet beliau menurun drastis bahkan bisa nol per hari.
Sulit untuk membayangkan bagaimana pelaku UMKM seperti Bu Syamsimar dan Bu Mashrifah bertahan. Setiap hari, operasional harus terus berjalan seperti biaya sewa, listrik, uang kebersihan, keamanan, dan resiko dagang lainnya. Belum lagi, bagi para UMKM yang berada di sektor-sektor seperti pariwisata dan transportasi, dimana usaha mereka sangat terpukul di masa sekarang ini.
UMKM atau Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah adalah salah satu tulang punggung perekonomian negara. Jika UMKM ini lumpuh, maka bisa dipastikan ekonomi negara kita yang bergantung pada faktor “C” (Consumption) ini akan terancam. Untuk itulah, pemerintah berinisiatif membuat program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Melalui program ini, para pelaku UMKM berhak atas keringanan bunga cicilan dengan harapan dapat mengurangi beban ekonomi akibat pandemi Covid-19. Bu Mashrifah dan Bu Syamsimar adalah contoh penerima manfaat yang merasakan langsung dampak program ini pada usahanya. Melalui proses yang cepat dan teknis pembayaran yang ringan, mereka tetap dapat menjalankan usahanya hingga saat ini.
Mengenal Program Penjaminan Kredit Modal Kerja UMKM
Program Penjaminan Kredit Modal Kerja UMKM secara resmi diluncurkan pada tanggal 7 Juli 2020. Para pelaku UMKM dapat memanfaatkan fasilitas penjaminan kredit meliputi pokok dan bunga kepada perbankan. Pemberian Penjaminan Kredit Modal Kerja UMKM ini diatur dalam PP 23/2020 tentang Program PEN dan PMK Nomor 71/PMK.08/2020 tentang Penjaminan PEN.
Program ini diharapkan mampu mendorong penyaluran kredit dari perbankan ke pelaku usaha yang masuk kriteria UMKM. Kredit modal kerja ini dibutuhkan agar UMKM tetap dapat membayar biaya tetap seperti membeli persediaan, membayar gaji pegawai, dan seterusnya selama peredaran usahanya menurun akibat PSBB.
Per bulan Agustus 2020, anggaran yang sudah dikucurkan mencapai Rp 32,2 triliun. Penjaminan kredit modal kerja UMKM ini dilakukan setelah sebelumnya pemerintah melakukan serangkaian strategi seperti memberikan subsidi bunga UMKM, menanggung pajak UMKM, dan juga penempatan dana di perbankan supaya dapat digunakan untuk memberikan kredit modal kerja.
Kriteria Terjamin dan Penerima Jaminan
Untuk mendapatkan manfaat ini, ada tujuh kriteria penerima jaminan yang harus dipenuhi. Dalam hal ini, pelaku UMKM yang menerima penjaminan kredit tersebut dengan “UMKM Terjamin”.
Lantas, bagaimana pelaku UMKM yang sebelumnya sudah memiliki kredit?
Pelaku UMKM yang sudah memiliki kredit (debitur existing) dengan outstanding per 29 Februari 2020 akan otomatis diberikan fasilitas subsidi bunga kredit. Debitur UMKM tinggal melakukan konfirmasi ke Bank/Penyalur Kreditnya. Informasi lebih lengkap seputar mekanisme ini dapat diakses di www.jendelaumkm.id.
Proses Penjaminan Kredit UMKM
Setiap penjaminan kredit pelaku UMKM, terdapat beberapa proses yang harus dijalankan. Pemerintah telah bekerja sama dengan berbagai pihak swasta untuk melakukan proses penjaminan kredit ini agar UMKM tetap bisa berdikari di tengah pandemi.
Selain penjaminan kredit, UMKM juga mendapat subsidi bunga/margin kredit yang dilaksanakan selama periode 6 bulan sejak 1 Mei 2020 dengan total subsidi bunga mencapai Rp. 35,2 triliun. Program ini ditargetkan bisa menjangkau 60,66 juta debitur. Tandanya, hampir 90% pelaku UMKM di Indonesia diharapkan bisa bangkit dan survive di masa pandemi ini.
Buah Karya Creative Financing
Program Pemulihan Ekonomi Nasional tidak sepenuhnya dibiayai oleh APBN. Salah satu strategi yang dikembangkan pemerintah untuk membiayai program pemerintah yaitu melalui Creative Financing.
Creative financing adalah bentuk pembiayaan dari sumber non APBN, misalnya kerja sama pemerintah dan badan usaha. Namun, bukan berarti juga 100 persen dari swasta. Tetap ada keterlibatan pemerintah, tapi porsi keterlibatannya lebih sedikit.
Strategi creative financing dipilih mengingat program Pemulihan Ekonomi Nasional pasti membutuhkan anggaran yang tidak kecil. Di tengah pandemi seperti sekarang, mencapai target pemasukan negara dari pajak juga sulit karena banyaknya pelaku usaha yang terdampak pandemi. Sehingga, creative financing adalah langkah strategis pemerintah untuk menjalankan program-program untuk rakyat tanpa membebani APBN.
Kolaborasi Berbagai Pihak agar UMKM Berdikari di Masa Pandemi
Pemerintah, Bank Indonesia, dan beberapa pihak telah bergotong-royong menyelamatkan pelaku UMKM dari hantaman pandemi. Kita sebagai bagian dari masyarakat juga bisa berperan aktif untuk turut mendorong geliat ekonomi agar UMKM Indonesia bisa berdikari.
Dengan pembelian SBN yang kini bisa dibeli dengan mudah melalui platform elektronik mitra distribusi, secara tidak langsung kita membantu pemerintah dalam menyelamatkan perekonomian negara di masa pandemi. Selain itu, hal terpenting yang bisa kita lakukan saat ini adalah dengan turut mengonsumsi produk lokal/dalam negeri.
Berapapun besarnya keringanan dan insentif yang diberikan pemerintah, peran masyarakat tetaplah penting. Saat ini, sudah banyak pelaku UMKM yang menerapkan protokol kesehatan yang ketat dalam menjalankan operasional usahanya. Sehingga, masyarakat sebagai konsumen tidak perlu khawatir untuk membeli produk-produk UMKM.
Selain itu, para pelaku usaha perlu untuk beradaptasi dengan pemasaran secara daring (digital marketing) untuk meningkatkan omzet mereka. Contohnya: pelaku usaha kuliner, fashion, furniture, hingga wedding organizer sudah banyak menggunakan platform e-commerce, website, hingga fitur live streaming dalam memasarkan produk maupun menjalankan usaha mereka.
Jika semua pihak bergotong royong dalam upaya pemulihan ekonomi nasional, bukan tidak mungkin kita melihat sebuah normal baru kebangkitan UMKM yang berdikari. Berdikari yang tahan terhadap krisis di masa pandemi serta mampu beradaptasi dengan teknologi.***
Feature image: Devi Puspita Amartha Yahya (Unsplash).
Leave a Reply